Selasa, 10 November 2015

PENELITIAN AGAMA DAN MODEL-MODELNYA




Secara garis besar, pembahasan bagian ini dibagi dua: pertama, penelitian agama; kedua, model-model penelitian agama. Penelitian agama diisi dengan penjelasan mengenai kedudukan penelitian agama dalam konteks penelitian pada umumnya; elaborasi mengenai penelitian agama (research on religion) dan penelitian keagamaan (religious research); dan kontruksi teori penelitian keagamaan. Adapun bagian akhir berisi tentang model-model penelitian keagamaan.


A.      PENELITIAN DAN PENELITIAN AGAMA

Penelitian (research) adalah upaya sistematis dan objektif untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain itu, penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk menambah pengetahuan. Pengetahuan manusia tumbuh dan berkembang berdasarkan kajian-kajian sehingga terdapat penemuan-penemuan, sehingga ia siap merevisi pengetahuan-pengetahuan masa lalu melalui penemuan-penemuan baru. 1)



Penelitian dipandang sebagai kegiatan ilmiah karena menggunakan metode keilmuan, yakni gabungan antara pendekatan rasional dan pendekatan empiris. Pendeketan rasional memberika kerangka pemikiran yang koheren dan logis. Sedangkan, pendekatan empiris merupakan kerangka pengujian dalam memastikan kebenaran (Ahmad Syafi’i Mufid dalam Affandi Muchtar (ed.), 1996:33). Metode ilmiah adalah usaha untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan kesangsian sistematis. Metode ilmiah dalam penelitian di jelaskan oleh Muh. Nazir.


Kriteria metode ilmiah, sebagaimana dijelaskan Muh. Nazir, adalah sebagai berikut.

1.       Berdasarkan fakta.

2.       Bebas dari prasangka.

3.       Mengguanakan prinsip-prinsip analisis.

4.       Menggunakan hipotesis.

5.       Menggunakan ukuran objektif.

6.       Menggunakan teknik kuantitatif.

Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam metode ilmiah  adalah sebagai berikut:

1.       Memilih dan mendefinisikan masalah.

2.       Survey terhadap data yang tersedia.

3.       Memformulasikan hipotesis.

4.       Membangun kerangka analisis serta alat-alat dalam menguji hipotesis.

5.       Mengumpulkan data primer.

6.       Mengolah, menganalisis, dan membuat interpretasi.

7.       Membuat generalisasi atau kesimpulan.

8.       Membuat laporan.


Agama sebagai objek penelitian sudah lama diperdebatkan. Harun Nasution menunjukkan pendapat yang menyatakan bahwa agama, karena merupakan wahyu, tidak dapat menjadi sasaran penelitian ilmu social, dan kalaupun dapat dilakukan, harus mengguankan metode khusus yang berbeda dengan metode ilmu social. Dalam menjawab persoalan itu, Harun Nasution membanghun sebuah pertanyaan berikut: betulkah ajaran agama hanya merupakan wahyu dari Tuhan?


Hal yang sama juga dijelaskan oleh Ahmad Syafi’I Mufid. Ahmad Syafi’I Mufid (Affandi Muchtar (ed.), 1996:34) menjelaskan bahwa agama sebagai objek penelitian pernah menjadi bahan perdebatan, karena agama meruapakan sesuatu yang transenden. Agamawan cenderung berkeyakinan bahwa agama memiliki kebenaran mutlak sehingga tidak perlu di teliti. 


Sebagaimana telah di singgung di atas, agama mengandung dua ajaran. Pertama, ajaran dasar yang diwahyukan Tuhan melalui para Rasul-Nya kepada masyarakat manusia. Ajaran dasar yang demikian terdapat dalam kitab-kitab suci. Ajaran yang terdapat dalam kitab-kitab suci itu memerlukan penjelasan tentang arti dan cara pelaksanaanya. Penjelasan-penjelasan para pemuka atau pakar agama membentuk ajaran agama kelompok kedua. (Harun Nasution dalam Parsudi Suparlan (ed.), 1982:18)


Ajaran dasar agama, karena merupakan wahyu dari Tuhan, bersifat absolute, mutlak benar, kekal, tidak berubah dan tidak bisa dirubah. Sedangkan penjelasan ahli agama terhadap ajaran dasar agama, karena hanya merupakan penjelasan dan hasil pemikiran, tidak absolute, tidak mutlak benar, dan tidak kekal. Bentuk ajaran agama yang kedua ini bersifat relative, nisbi, berubah, dan dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman. (Harun Nasution dalam Parsudi Suparlan (ed.) 1982:18)


Para ilmuan beranggapan bahwa agaman juga merupakan kajian atau penelitian, karena agama merupakan bagian dari kehidupan social cultural. Jadi, penelitian agama bukanlah meneliti hakikat agama dalam arti wahyu, melainkan meneliti manusia yang menghayati, meyakini, dan memperolah pengaruh dari agama. Dengan kata lain, penelitian agama bukan meneliti kebenaran teologi atau filosofi tetapi bagaimana agama itu ada dalam kebudayaan dan system social berdasarkan fakta atau realitas sosio-kultural. Jadi, kata Ahmad Syafi’I Mufid, kita tidak mempertentangkan antara penelitian agama dengan penelitian social terhadap agama (Ahmad Syafi’I Mufid dalam Affandi Muchtar (ed.), 1996:34). Dengan demikian, kedudukan penelitian agama adlah sejajar dengan penelitian-penelitian lain; yang membedakannya adalah objek kajian yang ditelitinya.



Agama yang diturunkan dan terwujud dalam bentuk pengetahuan dan pikiran manusia merupakan bagian dari budaya. Oleh karena itu, ia termasuk objek penelitian filsafat atau kebudayaan. Dalam agama Islam terdapat gagasan para ahli filsafat, ahli kalam, ahli hukum (fikih), dan para sufi. Itu semua termasuk wilayah budaya atau filsafat.


Agama yang diturunkan dan terwujud dalam bentuk tindakan dan sifat manusia merupakan produk interaksi social. Oleh karena itu, ia merupakan bagian dari ilmu social dan ilmu sejarah. Hubungan kyai-santri dalam lingkungan lembaga pesantren, interaksi antara ulama dan umara dalam kehidupan politik, interaksi antara kyai dan masyarakat sekitarnya merupakan wilayah kajian dari ilmu-ilmu ini.

Agama yang diturunkan dan terwujud dalam bentuk benda-benda atau keramat, seperti bangunan mesjid yang bernilai historis tinggi, bangunan candi Borobudur, dan Beduk Sunan yang dipamerkan dalam Festival Istiqlal, misalnya, merupakan wilayah kajian antropologi dan arkeologi.


Dengan demikian, agama dalam pengertian yang kedua, menurut Harun Nasution, dapat dijadiakan sebagai objek penelitian tanpa harus menggunakan metode khusus yang berbeda dengan metode yang lain.


B.      PENELITIAN AGAMA DAN PENELITIAN KEAGAMAAN

M. Atho Mudzar (1938:35) menginformasiakan bahwa sampai saat ini, istilah penelitian agama dengan penelitian keagamaan belum diberi batas yang tegas. Penggunaan istilah yang pertama (penelitian agama)  serinag juga dimaksudkan mencakup pengertian istilah yang kedua (penelitian keagamaan), dan begitu sebaliknya. Salah satu contoh yang diungkap M. Atho mudzhar adalah pernyataan A. Mukti Ali yang, ketika membuka Program Latihan Penelitian Agama (PLTA) menggunakan kedua istilah tersebut dengan arti yang sama.

Selanjutnya, Atho Mudzhar mengutip pendapat Midd Leton, guru besar antropologi di New York sity. Midd Leton berpendapat bahwa penelitian agama (research on religion) berbeda dengan penelitian keagamaan  (religus research). Penelitian agama lebih mengutamakan pada materi agama, sehingga sasaranya terletak pada tiga elemen pokok, yaitu retus, mitos, dan magic. Sedangkan penelitian keagamaan lebih mengutamakan pada agama sebagai system atau sistm keagamaan (religious system). (N.Atho Mudzhar, 1998: 35)

M. Atho Mudzhar (1998:36) mengatakan bahwa perbedaan antara penelitian agama dengan penelitian keagamaan perlu disadari karena perbedaan tersebut membedakan jenis metode penelitian yang diperlukan. Untuk penelitian agama yang sasaranya adalah agama sebagai doktrin, pintu bagi pengenmbangan suatu metodologi penelitian tersendiri sudah terbuka, bahkan sudah ada yang pernah merintisnya. Adanya ilmu ushul al-fiqh sebagai metode untuk istimbath  hukum dalam agama Islam dan ilmu mushtalah al-hadist sebagai metode untuk menilai akurasi sabda Nabi Muhammad Saw merupakan bukti bahwa keinginan untuk mengembangkan metodologi penelitian tersendiri bagi bidang pengetahuan agama ini pernah muncul. Persoalan berikutnya adalah, apakah kita hendak menyemurnakannya atau meniadakannyan sama sekali dan menggantinya dengan yang baru, atau tidsk menggantinya sama sekali dan membiarkannya tidak ada.

Untuk penelitian keagamaan yang sasarannya agama sebagai gejala social, kita tidak perlu membuat metodologi penelitian tersendiri. Ia cukup meminjam metodologi penelitian social yang telah ada. Memang, kemungkinan lahirnya suatu ilmu jangan dibuat secara artificial karena semangat yang berlebihan. Mungkin akan lebih bijaksana, kata M. Atho Mudzhar (1998: 42), apabila metodologi penelitian yang diharapkan itu tumbuh dari proses seleksi dan kristalisasi dari berbagai pengalaman dalam menggunakan berbagai metode penelitian social.

Dengan demikian, apabila mengikuti perbedaan antara penelitian agama dengan penelitian keagamaan yang dikemukakan oleh Midd Leton, kita akan menggunakan metode yang berbeda apabila masalah yang kita teliti termasuk wilayah yang pertama atau wilayah yang kedua. Dalam pandangan Midd Leton, penelitian agama Islam adalah penelitian yang objeknya adalah substansi agama Islam: kalam, fiqih, akhlak, dan tasawuf. Sedangkan penelitian keagamaan Islam dalam pandangan Midd Leton adalah penelitian yang objeknya adalah agama sebagai produk interaksi social. Tepatnya, baik penelitian agama maupun penelitian keagamaan merupakan kajian yang menjadikan agama sebagai objek penelitian. Bagi saya, penjelasan Midd Leton merupakan kelanjutan dari pembedaan agama yang telah ada sebelumnya, yang dalam tulisan ini gtelah diungkap oleh Harun Nasution dan Ahmad Syafi’I Mufid.

Gagasan Ahmad Syafi’I Mufid merupakan salah satu alternative yang tidak lepas dari kekurangan. Salah satu kekurangannya adalah bahwa Ahmad Syafi’I Mufid cenderung meniadakan ilmu ushul al-fiqh,filsafat hukum islam, dan ilmu mushtaklah al-hadist sebagai ilmu dalam bidang metode. Ilmu ushul al-fiqh dan filsafat hukum islam sebagai metode mempelajari dan mengembangkan fikih; sedangkan ilmu mushtalah al-hadist berfungsi untukmeneliti akurasi periwayatan hadist.

Salah satu jalan keluar dari persoalan tersebut adalah dengn mempelajari gagasan yang ditawarkan oleh Juhaya S. Praja, guru besar filsafat Islam IAIN Sunan Gunung Djati. Ia mengajukan gagasan yang sejalan dengan gagasan Midd Leton, yaitu penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan.

Dalam pandangan Juhaya S. Praja (1997:31-2), penelitian agama adalah penelitian tentang asal usul agama, dan pemikiran serta pemahaman penganut ajaran agama tersebut terhadap ajaran yang terkandung didalamnya. Dengan demikian, jelas Juhaya, terdapat dua bidang penelitian agama, yaitu sebagai berikut.

1.       Penelitian tentang sumber ajaran agama yang telah melahirkan disiplin imu tafsir dan ilmu hadist.

2.       Pemikiran dam pemahaman terhadap ajaran yang terkandung dalam sumber ajaran agama itu, yakni usu al-fiqh yang meruakan metodologi ilmu agama. Penelitian dalam bidang ini telah melahirkan filsafat Islam, ilmu kalam, tasawuf, dan fikih.

Penelitian tentang hidup keagamaan adalah penelitian tentang praktik-praktik ajaran agama yang dilakukan oleh manuia secara individual dan kolektif. Berdasarkan batasan tersebut, penelitian hidup keagamaan meliputi hal-hal berikut.

1.    Prilaku individu dan hubungannya dengan masyarakatnyayang didasarkan atas agama yang dianutnya.

2.       Prilaku masyarakat atau suatu komunutas, baik prilaku politik, budaya maupun yang lainya yang mendefinisikan dirinya sebagai penganut suatu agama.

3.       Ajaran agama yang membentuk pranata social, corak prilaku, dan budaya masyarakat beragama (Juhaya S. Praja, 1997: 32).

Berkenaan dengan metode penelitian yang diperlukan, Ahmad Syafi’i Mufid menjelaskan sebagai berikut. Apabila penelitian agama berkenaan dengan pemikiran atau gagasan, maka metode-metode, seperti filsafat, fisiologi adalah pilihan yang tepat. Apabila penelitian agama berkaitan dengan sikap prilaku agama, maka metode ilmu-ilmu social, seperti sosiologi, antropologi,dan psikologi, merupakan metode yang paling tepat digunakan. Sedangkan untuk penelitian yang berkenaan dengan benda-benda keagamaan, metode arkeologi atau metode-metode ilmu narural yang relevan, tepat digunakan.(Ahmad Syafi’I Mufid dalam Affandi Mochtar (ed.), 1996: 35)

Berdasarkan saran tersebut, maka metode penelitian yang kita gunakan dalam satu kegiatan penelitian tidak mesti membangun metode baru, tetapi cukup meminjam, melanjutkan, atau mengembangkan metodologi yang sudah dibangun oleh para ahli sebelumnya. Hal inin telah kita singgung pada pembahasan di atas.

Menurut Juhaya S. Praja (1997:55-7), karena sosiologi dijadikan pendekatan dalam memahami agama, maka metode yang digunakan pun metode sosiologi, seperti observasi, interview, dan angket. Dalam dataran sosiologis, agama dipahami sebagai perilaku yang konkret. Setelah mengutip Yinger dan Wallace yang mengemukakan tiga puluh kategori tipe-tipe perilaku keagamaan, Juhaya S. Praja memodifikasi tipe-tipe tersebut seperlunya, yaitu sebagai berikut:

1.       Pernyataan tentang super natural, seperti sembahyang dan pengusiran roh jahat (Exorcism).

2.       Music, tari-tarian, dan lagu.

3.       Latihan psikologis seperti priyadlah.

4.       Exhortation (pernyataan kepada orang lain sebagai wakil Tuhan).

5.       Membaca kitab suci: kira’ah dan tilawah.

6.       Simulasi.

7.       Mana (menyentuh benda-benda yang mempunyai daya sacral).

8.       Taboo (menghindarkan diri dari segala sesuatau untuk menjaga terjadinya suatu kegiatan yang tidak di inginkan atau peristiwa yang tidak di kehendaki).

9.       Mengadakan pesta dengan menghidangkan makanan-makanan yang sacral.

10.   Pengorbanan seperti berkurban, persembahan, dan sumbangan dalam bentuk uang.

11.   Jamaah atau jema’at, seperti prosesi, rapat-rapat, majelis taklim.

12.   Inspirasi seperti wahyu dan ektase mistik (ittihad).

13.   Simbolisme, yakni penggunaan objek-objek simbolik.

14.   Memperluas dan memodifikasi kode hukum agama dalam kaitannya dalam kaitannya dengan kategori kelima.

15.   Penerapan nilai-nilai keagamaan dalam konteks religious.


C.      KONTRUKSI TEORI PENELITIAN KEAGAMAAN

Sebagaimana telah disinggung di atas, penelitian keagamaan merupakan penelitian yang objek kajiannya adalah agama sebagai produk interaksi social. Metode yang digunakan adalah metode-metode penelitian sosisal pada umumnya.

Berkenaan dengan hal itu, kita pun tidak perlu menyusun teori penelitian sendiri, tetapi cukup meminjam teori ilmu-ilmu yang sudah ada. Salah satau teori yang digunakan dalam penelitian keagamaan yangn akan diungkapkan disini adalah penelitian Hj. Ummu Salamah dalam menyelesaikan program doktornya di Program Pascasarjana Universitas Padjajaran Bandung (1998).

Judul disertai Hj. Ummun Salamah adalah “ Tradisi Tarekat dan Dampak Konsistensi Aktualisasinya terhadap Perilaku Sosial Penganut Tarekat (Studi Kasus Tarekat Tijaniyah di Kabupaten Garut, Jawa Barat: dalam Perspektif perubahan social)”. Teori-teori yang digunakan dalam penelitiannya adalah sebagai berikut.

1.       Teori perubahan social.

2.       Teori structural-fungsional.

3.       Teori antropologi dan sosiologi agama.

4.       Teori budaya dan tafsir budaya simbolik.

5.       Teori pertukaran social.

6.       Teori sikap.

Dengan demikian, penelitia di atas meminjam teori-teori yang dibangun dalam ilmu-ilmu social. Ia disebut penelitaian keagamaan (religious research) dalam pandangan Midletton atau penelitian hidup agama dalam pandangan Juhaya S. Praja, objeknya adalah perilaku Tarekat Tijaniah.


D.      MODEL-MODEL PENELITIAN KEAGAMAAN

Adapun model penelitian yang ditampilkan disini disesuaikan dengan perbedaan antara penelitian agama dan penelitian hidup keagamaan. Akan tetapi, sebelumnya saya kutip karya Djamari mengenai metode sosiologi dalam kajian agama, yang secara tidak langsung memperlihatkan model-model penelitian agaman melalui pendekatan sosiologis.

Djamari, dosen Pascasarjana IKIP Bandung, menjelaskan bahwa kajian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Pengumpulan data dan metode yang digunakan, antara lain dengan data sejarah, analisis komparatif lintas budaya, eksperimen ynag terkontrol, observasi, survey sampel, dan analisis isi.

1.       Analisis Sejarah

Sosiologi tidak memusatkan perhatiannya pada bentuk peradaban pada tahap permulaan pada waktu tertentu (etnogrsfi), tetapi menerangkan realitas masa kini, realitas yang berhubungan kitab, yang mempengaruhi gagasan dan perilaku kita. Supaya kita mengerti persoalan manusia sekarang, kita harus mempelajari sejarah masa silam. Dalam hal ini, sejarah hanya sebagai metode analisis atau dasar pemikiran bahwa sejarah dapat menyajikan gambaran tentang unsur-unsur yang mendukung timbulnya suatu lembaga. Pendekatan sejarah bertujuan untuk menemukan inti karakter agama dengan meneliti sumber klasik sebelum dicampuri yang lain. Dalam menggunakan data historis, sejarawan cenderung menyajikan detail dari situasi sejarah dan eksplansi tentang sebab akibat ari suatu kejadian. Sedangkan sosiolog lebih tertarik pada persoalan apakah situasi social tertentu diikuti oleh situasi social yang lain. Sosiolog mencari pola hubungan antara kejadian social dan karqakteristik agama. Berikut beberapa pakar ayng telah menggunakan analisis historis.

(1)    Talcott Parson dan Bellah ketika ia menjelaskan avolusi agama.

(2)     Berger dalam uraiannya tentang memudarnya agama dalam masyarakat modern.

(3)    Max Weber ketika ia menjelaskan sumbangan teologi Protestan terhadap lahirnya kapitalisme.

2.       Analisis LIntas Budaya

Dengan membandingkan pola-pola social keagamaan di beberapa daerah kebudayaan, sosiolog dapat memperoleh gambaran tentang korelasi unsure budaya tertentu atau kondisi sosiokultural secara umum. Weber mencoba membuktikan teorinya tentang relasi antara etika Protestan dengan kebangkitan kapitalisme melalui kajian agama dan ekonomi di India dan China.

3.       Eksperimen

Penelitian yang menggunakan eksperimen agak sulit dilakukan dalam penelitian agama. Namun, dalam beberapa hal, eksperimen dapat dilakukan dalam penelitian agama, misalnya untuk mengevaluasi perbedaan hasil belajar dari beberapa model pendidikan agama. Darley dan Batson melakukan eksperimen di sekolah seminari dengan mengukur pengaruh cerita-cerita dalam Injil terhadap perilaku siswa.

4.       Observasi Partisipatif

Dengan partisipasi dalam kelompok, peneliti dapat mengobservasi perilaku orang-orang dalam konteks religious. Orang yang diobservasi boleh mengetahui bahwa dirinya sedang atau secara diam-diam. Diantara kelebihan penelitian ini adalah memungkinkannya pengamatan simbolik antar anggota kelompok secara mendalam. Adapun salah satu kelemahannya adalah terbatasnya data pada kemampuan observer.

5.       Riset Survei dan Analisis Statistik

Penelitian survey dilakukan dengan penyusunan kuesioner, interview dengan sampel dari suatu populasi. Sampel dapat berupa organisasi keagamaan atau penduduk suatu kota taua desa. Prosedur penelitian ini dinilai sangat berguan untuk memperlihatkan korelasi dari karakteristik keagamaan tertentu dengan  sikap social atau atribut keagamaan tertentu.

6.       Analisis Isi

7.       Dengan metode ini, penelitian mencoba mencari keterangan dari tema-tema agama, baik berupa tulisan, buku-buku khotbah, doktrin maupun deklarasi teks, dan yang lainnya. Umpamanya sikap kelompok keagamaan di analisis dari substansi ajaran kelompok tersebut. (Djamari, 1993: 53-9)

Sabtu, 10 Oktober 2015

Thanks God



 


Haru, kesel, seneng, bahagia jadi satu. Rasa syukur yang tiada henti kepada Allah, Tuhanku yang selalu mengerti aku. Air mata bahagia ingin rasanya bertetesan. Perasaan yang menggebu-gebu ingin segera bertemu Ibu dan saudara-saudaraku pun muncul. Ingin ku kabarkan perasaan bahagia ini, tapi ada pula kekecewaan yang takkan mungkin aku ungkapkan. Ku ingin mereka tau bahwa aku bahagia disini, dan lebih bahagia lagi jika aku bisa bertemu mereka.
Lov U Mom, Lov U All..
Sabar!!
Syukuri!! Tawakal!!
Tegar!! Allah selalu bersamaku :)
Semangat!! Lanjutkan!!
:) :)

Minggu, 04 Oktober 2015

Sehelai Kertas


Tulisan itu udah lama banget nulisnya. Disaat aku benar-benar merasakan kejenuhan dan ingin kembali hidup seperti biasa bersama orang-orang tercinta dan tersayang. Tetapi aku tersadar, jika aku selalu bersama mereka dan tak berada di tempat dimana aku berjuang, maka hidupku akan begitu-begitu saja.

Ntah sampai kapan, tapi aku yakin janji Allah itu pasti. So, syukuri apa yang sudah ada dalam diriku dan keadaanku. Mungkin memang ada saatnya, ada saatnya dimana kita benar-benar merasa jauh dan merindukan hal-hal yang biasa dilakukan. Apalagi bersama keluarga dan saudara-saudara. Dan itu cukup menyakitkan.

Baru-baru ini, aku di hadapkan dengan keterpurukan yang sempat menjadi sorotan mata orang-orang disekitar. Tak apa, namanya juga hidup, kadang merasa bahagia dan juga luka. Semua adalah ujian yang harus dilalui. Sabar merupakan salah satu yang hal yang bisa aku lakukan.

Siapa yang mengerti diri sendiri, jika bukan diri kita sendiri. Bahkan orang terdekatpun takkan pernah bisa mengerti. Mereka hanya melihat dan menilai apa yang terlihat dalam diri kita. Meski wajah ini tersenyum, namun hati tak dapat dibohongi. Semangat pun hanya akan muncul berkat diri sendiri. Bagaimana kita mampu membawa diri kita untuk tetap bersemangat.

Mungkin ini sudah menjadi jalan hidupku. Tak tau bagaimana ujungnya, yang ku tau Allah selalu memberikan yang terbaik. Aku akan terus berusaha, walau pedih yang kurasa. Semua pasti ada jalan keluarnya. Tetap semangat menjalani hidup ini. Berdo'a dan berusaha semaksimal mungkin. :) :) 

Minggu, 22 Maret 2015

Akankah Dia





Mencoba merangkai kata
Mengungkapkan apa yang ku rasa
Tak pernah sebelumnya
Ku pandang keindahan yang sama

                                       Pancaran sinarnya
                                       Ketulusannya
                                       Semua tentangnya
                                       Terlihat jelas dari sorotan matanya

Tingkah lakunya
Canda tawanya
Menyihirku
Tuk selalu bersamanya

                                       Iya berada di sisinya
                                       Aku merasa sesuatu yang berbeda
                                       Sesuatu yang begitu nyaman
                                       Mungkinkah dia